Oleh Sayed Muhammad Husen
Dengan rahmat Allah Swt kita segera memasuki tahun baru 2017 dan
meninggalkan 2016 dengan segala suka dan duka.Banyak cerita sukses dan sebagian
kita yang lain menyisakan kisah buram sepanjang tahun 2016. Semua itu, tentu
saja, berlangsung atas kehendak Allah Swt. Cerita sukses dan demikian juga sebaliknya
kisah buran jika kita berpikir positif, semuanya menjadi pembelajaran mahal,
yang tak ternilai harganya.
Bagi orang beriman, perjalanan waktu yang sepenuhnya berada dalam
pengaturan Allah Swt, memerlukan waktu sejenak berhenti, melakukan refleksi
atau bermuhasabah untuk menghitung “untung rugi” perjalan hidup sepanjang
tahun.Selanjutnya seorang muslim atau secara komunal jamaah muslim, hendaknya
terus menerus meningkatkan amal kebaikan dan kinerja, sehingga akan terus
meningkat pada tahun akan datang.
Allah swt berfirman: “Hai
orang-orang beriman, takut kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan
apa yang telah disiapkannya untuk hari esok dan takut kepada Allah, karena
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Hasyr: 18)
Sesungguhnya perjalanan waktu yang datang silih berganti, telah diatur
sedemikian rupa oleh Allah Swt (sunnatullah), sehingga kita dapat mengambil
hikmah dari setiap perubahan yang terjadi. Tak ada yang sia-sia dari pengalaman
setahun kita lewati, bahkan kita telah merasakan betapa besarnya nikmat Allah
yang telah kita nikmati setahun berlalu, bahkan sepanjang hidup kita.
Bahkan kita merasakan, semakin hari, hidup kita semakin terarah, semakin
berkualitas dan banyak hikmah yang kita dapati dari waktu-waktu yang kita
habisi itu. Semuanya tak ada yang sia-sia. Pada akhirnya, kita pun harus terus
menelusuri waktu panjang hingga semuanya dapat kita pertanggungjawabkan kepada
Allah Swt Sang Pemilik waktu.
Allah berfirman: “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-mukminun: 115)
H Zulhamdi M Saad Lc menulis, sesungguhnya penciptaan ini alam, beserta
isinya, beserta manusia yang ada didalamnya, serta berlalunya hari yang datang
silih berganti bukanlah untuk dilalui dengan permainan dan kesia-siaan belaka,
sebagaimana hari-hari itu dilalui oleh mereka yang kafir kepada Allah. Bagi
orang beriman tentu tidaklah sama, hari-hari yang mereka lalui ada ketaatan
yang dilakukan dan dijalankan.
Dalam ayat lain Allah menegaskan:“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal.” (QS AliImran: 190)
Kita dapat memahami, bahwa kehidupan manusia melewati waktu panjang, harus
berhadapan dengan dinamika, tantangan dan juga peluang untuk mengelola
kehidupan ini supaya menjadi lebih baik. Dapat memikul amanah sebagai khalifah
Allah Swt di permukaan bumi ini. Maka beruntunglah orang-orang yang mampu
mengoptimakan potensinya sebagai makhluk terbaik, sehingga terpilih sebagai
insan muttaqin (manusia yang bertaqwa).
Manusia taqwa adalah seorang muslim atau komunitas muslim yang telah
menunjukkan kinerja, bakti dan prestasi terbaik pada 2016 dan tahun-tahun
sebelumnya. Mareka bahkan mampu mempertahankannya pada 2017 dan tahun
tahu-tahun akan datang. Manusia taqwa senantisa bersih dari dosa-dosa dan dekat
dengan Rabb-Nya.
Allah berfirman:“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih, maka
(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat,
maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu
menganiaya hamba-hambaNya.” (QS. Fushilat: 46)
Derajat
taqwa
Manusia taqwa mampu melakukan muhasabah atau refleksi, sehingga dapat
mengkalkulasi kebaikan/amal dan keburukan/dosa-dosa yang dilakukan secara tak
sengaja sepanjang tahun. Dengan kalkulasi itu, dia mengoreksi perilaku, ibadah
dan kualitas amalnya kepada Allah Swt. Dengan muhasabah, dia mengukur derajat
taqwanya kepada Allah Swt dan tingkatan hubungan baik dengan sasama
makhluk.
Kemampuan melakukan muhasabah dia menjadi insan yang cerdas secara
emosional dan spritual. Dengan kecerdasan itu, setiap waktu dan pergantian
tahun akan bertambah amal salih dan semakin dekat dengan ridha Allah Swt. Bahkan
dia semakin siap menghadapi apapun keputusan Allah Swt terhadap dirinya tahun
ini dan tahun-tahun akan datang.
Dari Syaddad bin Aus r.a Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang cerdas
adalah orang yang selalu menginstospeksi diri dan beramal untuk kematiannya.
Orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan saja
kepada Allah.”
Menurut Zulhamdi M Saad,sabda Rasulullah ini menegaskan bahwa seorang yang
hanya berangan-angan melakukan amal shalih dan tetap mengikuti keinginan
nafsunya adalah mereka yang lemah, karena dikalahkan oleh syahwat. Memang pada
dasarnya setiap orang akan dan pernah melakukan kesalahan, berbuat dosa dan
maksiat, namun dengan kesadaran dari kekhilafan akan membuat seseorang menjadi
seorang mukmin yang baik tatkala melakukan taubat dengan sebenar-benarnya.
Dalam konteks karier dan pembangunan, bisa saja kita telah melakukan
kekhilafan dan dosa-dosa individual dan sosial pada 2016, maka seharusnya di
penghujungan tahun ini kita melakukan muhasabah untuk membangun kesadarann
taubat yang sebenar-benernya. Taubat itu kita dengan cara meminta ampun kepada
Allah Swt dan kepada pemangku kepentingan yang telah kita rugikan atau zalimi.
Taubat kita lakukan dengan menyadari kelemahan, mengoreksi kesalahan dan meningkatkan kinerja/prestasi. Meningkatkan
bakti kita dalam membangun negeri ini.
Karena itu, sudah seharusnya kita gunakan momentum akhir tahun untuk
melakukan muhasabah, tanpa membedakan tahun miladiah atau qamariah. Setiap
waktu kita dapat mengadakan muhasabah --dalam berbagai bentuk-- untuk
mengevaluasi pekerjaan dan ibadah kepada Allah Swt. Sehingga kelemahan
pekerjaan dan ibadah dapat kita perbaiki pada tahun akan datang. Semoga Allah Swt
memberi waktu bagi kita semua untuk terus beramal shalih, taubat dan menata
negeri ini supaya lebih baik lagi. *
Sumber: Warta Banda Aceh Edisi XII/2017