Selasa, 31 Januari 2023

Sayed Muhammad Husen: Wakaf Wujudkan Keadilan Sosial Ekonomi

Sayed Muhammad Husen mengabdikan lebih dari setengah usianya di bidang filantropi Islam. Mengawali karirnya ketika membangun Baitul Qiradh Baiturrahman di tahun 1995, kemudian membawanya ke Baitul Mal Aceh sejak tahun 2004. Sejak di Baitul Qiradh Baiturrahman, Sayed  mulai mempelajari dengan serius bagaimana filantropi Islam itu berjalan di Baitul Qiradh Baiturrahman. Dia mulai melihat lembaga sosial dan lembaga ekonomi berjalan satu atap. Namun,  perpaduan dua orientasi itu, tidak membuatnya puas. Kecenderungannya lebih kuat untuk mengurusi lembaga sosial yang memiliki fokus pada zakat, infak dan wakaf. Pengalaman yang tidak pernah dia lupakan sepanjang hidupnya, ketika melihat antusiame para pedagang yang sudah menua untuk menyalurkan infaknya melalui  Baitul Qiradh Baiturrahman.

Jejak langkah intelektual dan aktivisme Sayed Muhammad Husen dimulai ketika menapaki bangku kuliah di Universitas Syiah Kuala. Sayed memilih untuk bergabung dengan UKM FOSMA tahun 1985. Kemudian, dua tahun setelahnya, dia menjadi ketua organisasi kajian keislaman kemahasiswaan itu. Saat itu, lembaga yang dipimpinya melakukan kajian setiap Sabtu di salah satu mushalla di kampus tersebut. Pengajian-pengajian di UKM FOSMA di tahun-tahun itu, diampu oleh ormas Pelajar Islam Indonesia (PII), HMI dan dosen-dosen dari IAIN AR Raniry.

Salah satu topik yang dibicarakan di FOSMA mengenai peta potensi zakat di Aceh oleh Dr Iskandar Daoed, yang lalu dimuat di Harian Serambi Indonesia. Sejak saat itu, Sayed mulai menekuni isu zakat dan berinteraksi dengan teman-temannya yang bekerja di BAZIS. Lalu ikut training BMT (Baitul Mal wat Tamwil), yang konsepnya dipraktikkan pada Baitul Qiradh. Setelah tiga tahun di Baitul Qiradh, Sayed semakin serius mempelajari konsep zakat dan infak, dan mulai berpikir lebih fokus mengurusi pekerjaan sosial tersebut. Oleh karena itu, dia berkeinginan bekerja di lembaga Baitul Mal yang sedang dalam fase transisi dari BAZIS di Aceh (2002). Harapannya terkabul. Sejak tahun 2004 Sayed semakin mencurahkan perhatian, baik dengan membaca dan menulis isu-isu zakat dan infak di lembaga itu.

Dalam lima tahun terakhir ini, ASN pada Baitul Mal Aceh ini hendak memulai tantangan baru, setelah dua dekade lebih dia bekerja pada isu zakat dan infak, dengan mencoba mempelajari konsep wakaf. Sayed, atas nama pengalamannya, melihat kalau zakat selama ini lebih banyak penyalurannya untuk charity. Pemberdayaan yang diharapkan dari penyaluran zakat belum terlaksana dengan baik, karena masyarakat masih membutuhkan charity guna memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak. Sementara konsep wakaf membuka kesempatan yang luas untuk pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan aset wakaf harus abadi, lestari, dan tidak boleh dijadikan agunan, sebab yang disalurkan adalah hasil dari wakaf itu.

Sayed dengan sepenuh hati meyakin potensi wakaf di Aceh. Dia selalu menjadikan kisah wakaf sumur Ustman bin Affan dan Baitul Aisyi sebagai inspirasi jalan filantropinya. Namun, dia masih menemukan pemahaman yang terbatas tentang wakaf di Aceh: yang masih berkisar tentang tanah untuk masjid, sawah, kuburan dan madrasah. Padahal perundang-undangan sekarang membuka peluang untuk memaksimalkan potensi wakaf. Salah satunya dengan diaturnya cash waqf.

Potensi yang besar ini, dilihat oleh Sayed dapat dimaksimakan ketika adanya edukasi kepada masyarakat dengan menujukkan fakta yang ada. Sayed menyadari hal tersebut karena perjalanannya yang lama bekerja di Baitul Mal Aceh. Dia melihat, potensi umat belum diurus secara maksimal. Dalam bayangannya, wakaf harus dikelola dengan modern dan canggih. Wakaf yang dipadukan dengan zakat diyakinya dapat menyelesaikan persoalan umat yang lebih besar.

Melalui wakaf, Sayed berkeyakinan akan tercapai keadilan sosial ekonomi. Oleh karena itu, wakaf harus dikelola secara modern melalui penataan manajemen, seperti memaksimalkan pengelolaan wakaf uang, kemudian memberi edukasi marketing dan manajemen agar uang itu bisa abadi. Oleh karenanya, perlu SDM yang unggul dalam pengelolaan dana, komunikasi dan mendayagunakan uang tersebut untuk memberdayakan ekonomi, sehingga orang miskin bisa keluar dari kemiskinannya. (Muhammad Alkaf)

 

 

Pengurus Lembaga Zakat Selangor Malaysia Kunjungi BMA

Ketua Badan BMA, Mohammad Haikal meyerahkan cinderamata kepada Eksekutif Dakwah dan Syariah, Ustaz Hamizul bin Abdul Hamid dari Lembaga Zakat Selangor Malaysia dalam kunjungan ke BMA, Selasa (31/1/2023). Salah satu cenderamata yang diserahkan adalah buku 100 Catatan Amil karya Sayed Muhammad Husen. 

Foto: Putra Misbah


Baitul Mal Aceh (BMA) menerima kunjungan Lembaga Zakat Selangor Malaysia. Kunjungan tersebut diterima langsung Ketua Badan BMA, Mohammad Haikal berserta para amil lainnya di ruang rapat BMA, Selasa (31/1/2023). Dari Lembaga Zakat Selangor Malaysia diwakili Eksekutif Dakwah dan Syariah, Ustaz Hamizul Abdul Hamid.

Dalam pertemuan tersebut, Ustaz Hamizul menceritakan, Lembaga Zakat Selangor memiliki kesamaan dengan BMA yaitu sama-sama pengelolaan dana zakat dan infak yang dikelola oleh pemerintah. Bedanya, di sana zakat menjadi faktor pengurang pajak, sementara di Aceh masih dalam proses melengkapi regulasi.

“Di Malaysia urusan agama termasuk zakat langsung diurus oleh negara. Selangor adalah negeri yang dinilai bagus di antara negeri lain. Kelebihan di sana zakat dapat mengurangi jumlah pajak,” ungkap Ustaz Hamizul.

Ia menjelaskan, setiap penghasilan pegawai akan dipotong pajak terlebih dahulu, nanti di akhir tahun akan dikembalikan apabila yang bersangkutan menunaikan zakat.

Ia juga mengakui, Selangor merupakan daerah yang paling banyak jumlah pendapatan zakat. Namun, jumlah masyarakat miskin juga banyak, tetapi angka kriminal lebih sedikit, sebab peran dana zakat dalam menekan angka krimininal cukup efektif.

“Masyarakat di sana tidak begitu ingin tahu berapa jumlah pengumpulan dana zakat dan infak, tapi lebih kepada ke mana zakat yang sudah dipotong langsung itu dibelanjakan oleh para amil,” imbuhnya.

Kemudian, yang menariknya dari penjelasan Ustaz Hamizul, Selangor menyalurkan zakat untuk senif riqab. Program untuk senif ini, diperuntukkan kepada mereka yang terlibat aliran sesat untuk dibina kembali, LGBT, dan beberapa kasus yang dianggap punya hubungan dengan perbudakan.

“Kita tidak memberikan bantuan langsung ke tangan mereka, tetapi melalui lembaga lain untuk dilakukan pembinaan. Kalau kita kasih langsung bukan menyelesaikan masalah, malah dianggap menambah masalah akibat orang yang terlibat aliran sesat kita kasih bantuan,” ujarnya lagi.

Sementara itu, Ketua Badan BMA, Mohammad Haikal dalam pertemuan itu menjelaskan tugas pokok dan fungsi BMA. Badan amil resmi Pemerintah Aceh ini melalui dana zakat dan infak telah membantu dan memberdayakan masyarakat kurang mampu.

“Baitul Mal Aceh menyalurkan dana zakat sesuai keputusan dewan pertimbangan syariah. Program pemberdayaan zakat dan infak terdiri atas beberapa sektor, di antaranya sektor sosial, pendidikan, kesehatan, ekonomi, pembinaan syariat, dan sektor-sektor lainnya yang dianggap layak dibantu,” jelasnya.

Mohammad Haikal menambahkan, setiap penerima bantuan BMA sudah melalui proses verifikasi terlebih dahulu oleh amil. Jika calon penerima dianggap layak menerima zakat, maka akan disalurkan melalui rekening bank masing-masing mustahik.

“Baitul Mal Aceh juga memili satu program respons cepat yang diberi nama BaGAH, akronim dari Baitul Mal Aksi Humanis. Program ini untuk merespons cepat setiap kondisi emergensi yang harus segera dibantu oleh Baitul Mal Aceh, seperti bencana alam dan kondisi lainnya.” tutup Mohammad Haikal. (Hayatullah Zuboidi)

Senin, 30 Januari 2023

Penulis Buku Merawat Bingkai Syariah

Biodata Penulis

Sayed Muhammad Husen, lahir di Trienggadeng, 4 September 1965, pernah kuliah di Program Studi Bimbingan Konseling, FKIP, USK, 1985-1991 dan Program Studi Ilmu Komunikasi ISIP UT 2009-2019. Saat ini, bekerja sebagai PNS (Nazir Wakaf) di Sekretariat Baitul Mal Aceh (BMA). Posisi jabatan di BMA pernah sebagai Kabid Sosialisasi dan Pengembangan 2012-2014, Kabid Pengumpulan Zakat 2004-2011.

Selain di BMA, pengalaman karier penulis pernah menjadi Direktur KSPPS Baitul Qiradh Baiturrahman 1995-2001, Guru Bimbingan Karier Madrasah Aliyah Ibnu Araby 1994, Sekretaris Eksekutif Forum LSM Aceh 1992-1994, Guru Bimbingan Konseling SMP Tgk. Chik Di Tiro Persit 1990-1995.

Penulis aktif di berbagai organisasi di antaranya Humas BWI Aceh 2021-2024, Ketua Pengawas KSPPS Baitul Qiradh Baiturrahman 2017-2022, Ketua Bidang ZISWAF dan Organisasi Nirlaba Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Aceh 2007-2020, Bidang Ekonomi PW Keluarga Besar PII Aceh 2013 - sekarang, Wakil Sekretaris LAZISMU Aceh 2010-2015, dan Anggota Komisi Ekonomi Ummat MPU Aceh 2004-2007.

Pemimpin Redaksi Tabloid Gema Baiturrahman ini sudah mendapatkan sertifikasi nazir wakaf profesional dari LSP Badan Wakaf Indonesia (BWI), serta aktif menjadi narasumber di berbagai pelatihan seperti wakaf, zakat, menulis, dan manajemen organisasi. Kini penulis hidup bahagia bersama istrinya Dra. Bunaizah Sulaiman dan buah hati mereka Rafidah Assa’adah di Aceh Besar. (Zulfurqan)

Hidup Optimis

Oleh: Sayed Muhammad Husen

Foto: M Tanzil
Kita sering dihadapkan pada kenyataan kontradiktif kehidupan. Pada satu sisi, kita diharuskan bersikap optimis dalam bersikap dan membangun harapan hidup, namun pada sisi lain kita juga “digoda” lingkungan sosial bersikap sebaliknya. Kita seakan digiring untuk pesimis merespon dinamika di sekitar kita. 

Padahal, kalau kita pelajari, Islam mengajarkan dan mendorong umat Islam supaya hidup optimis dan penuh harapan, tidak hanya di dunia, namun berharap kehidupan lebih baik di yaumil akhir. Kita berharap bahagia di dunia dan akhirat. Kita yakin, Allah Swt akan memenuhi harapan dan doa itu, sejauh kita patuh terhadap ajaran-Nya.   

Sikap optimis dibutuhkan umat Islam dimanapun di dunia ini. Sebab, hidup penuh dinamika, masalah dan tantangan yang harus dihadapi. Semua itu akan mampu kita hadapi dengan pikiran positif, salah satu bentuknya  dengan bersikap optimis. Semua itu dapat kita hadapi dengan baik. Allah membantu kita, di awal atau di ujung kesulitan yang kita hadapi.   

Dengan sikap optimis, kita bisa menyelesaikan atau memikul banyak beban berat. Mampu menghadapi masa sulit. Kita juga akan keluar dari situasi terburuk sekalipun. Hanya saja yang diperlukan prasangka baik terhadap Rabb, ikhtiar maksimal dan doa terus menerus.  Ini pula nilai yang diajarkan Rasulullah saw.

Dalam konteks ini, Rasulullah saw bersabda, "Tidak ada perasaan buruk dan kesialan, dan yang lebih baik dari itu adalah rasa optimistis." Maka ditanyakanlah kepada beliau, "Apa yang dimaksud dengan rasa optimistis?" Beliau bersabda, "Yaitu kalimat baik yang sering didengar oleh salah seorang dari kalian." (HR Ahmad).

Banyak kita dengar kisah optimistik Rasulullah saw menghadapi tantangan dakwah. Beliau tak pernah menyerah dalam menghadapi berbagai kesulitan dakwah, cemoohan, bahkan pengkhianatan. Beliau tak pernah menyerah. Puncaknya, beliau merumuskan strategi pemenangan dakwah dengan berhijrah. Semua itu bisa dilakukan karena prasangka baik, pikiran positif dan harapan kehidupan akan lebih baik.

Dalam kajian Islam, hidup optimis adalah bagian dari ajaran Islam dan sikap para nabi. Untuk itu, sepatutnya kita menggali dan mengaktualisasikan kembali sikap ini dalam kehidupan keluarga, karier dan bernegara. Saatnya kita membangun harapan di Aceh ini; bahwa kita mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan membangun kehidupan masa depan lebih baik lagi.

Sumber: Gema Baiturrahman

Minggu, 29 Januari 2023

KSPPS BQB Bina 531 Pengusaha Muslim

Oleh: Sayed Muhammad Husen

Rapat Umum BQB  dipimpin Pj Direktur Basri A Bakar
Saya mendapat informasi dari laporan tiga Manajer Cabang KSPPS Baitul Qiradh Baiturrahman (BQB) pada rapat umum, Sabtu, 28 Maret 2023, bahwa BQB dengan aset Rp 19,09 miliar itu sedang intensif membina 531 pengusaha muslim di Banda Aceh dan sekitarnya dengan rata-rata pinjaman Rp 20,2 juta. Rapat umum adalah rapat lengkap 15 karyawan, manajer, pengurus dan pengawas BQB.  

Rapat umum dilaksanakan dalam rangka persiapan RAT tahun buku 2022, yang disepakati akan dilaksanakan pada pertengahan Maret 2023. Beberapa agenda lain yang dibahas: perkembangan pengelolaan masing-masing cabang (Baiturrahman, Sukadamai, dan Ulee Kareng), peningkatan marketing, rencana umrah karyawan,  revisi SOP, serta hal-hal penting lainnya.  

Rapat berlangsung di Gedung Pusat BQB Sukadamai pukul 9.30 - 12.WIB.  Setelah makan siang dan shalat dilanjutkan dengan kunjungan silaturrahim ke kediaman Ust Mahlil Idham di Cot Lamkuweuh. Ust Mahlil seorang pengawas BQB yang kurang sehat. Dia dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, aktivis Muhammadiyah, pernah aktif di Tabloid Gema Baiturrahman, dan cukup lama berbakti di BQB. 

Saya sempat makan siang, shalat dan ngopi di Oen Kopi Batoh bersama pengurus dan pengawas lainnya: M Zardan Araby (Abu Zar), Basri A Bakar, dan Ali Amin.  

Silaturrahim di Kediaman Ust Mahlil Idham Cot Lamkuweuh

Rapat umum menyepakati beberapa hal: 

  • Pengaturan usia pensiun pengelola 60 tahun dan usia pensiun pengurus dan pengawas 65 tahun yang akan diatur dalam SOP;
  • Manajer Umum meningkatkan promosi melalui media sosial;
  • Mengirimkan 2 orang karyawan dan 1 pengurus untuk umrah tahun 2023. Akan mendapat subsidi biaya umrah 80% dari total biaya umrah dan sisanya boleh pinjam di BQB;
  • Mengefektifkan komunikasi dan komitmen dengan mitra IT;
  • RAT akan dilaksanakan pada pertengahan Maret 2023;
  • SOP yang tertunda pembahasannya akibat padam listrik, akan dibahas pada rapat lain, yang mengatur juga tentang fasilitas BPJS dan pesangon pensiun bagi karyawan;
  • Prioritas penyelesaian masalah pinjaman Macet;
  • Forum RAT melakukan pergatian pengurus, yang periodenya disesuaikan dengan ketentuan Anggaran Dasar, sebelumnya akan dibahas dalam rapat pengurus dan pengawas;
  • Pengurus, DPS dan  Pengawas yang perlu diganti Drs Tgk H Ridwan Jihan (alm), Prof Azman Ismail (mengundurkan diri), dan Mulyadi (non aktif);
  • Meningkatkan motivasi karyawan, marketing, dan kemitraan bisnis.

Foto-Foto: BQB

 

Jumat, 27 Januari 2023

Sah, Gema Baiturrahman Dikelola Negara

Penyerahan SK oleh Kepala UPTD
Pengelola MRB Saifan Nur (Foto Ison)
Memperingati Milad Gema Baiturrahman ke 28, saya menulis editorial seperti berikut:

Saatnya Gema Baiturrahman  Dikelola Negara

Setiap milad Gema Baiturrahman (3 September 1993 - 3 September 2021), kita merindukan satu media Islam profesional hadir di Aceh. Sudah 28 tahun usia Gema Baiturrahman, belum juga media ini terbit sempurna dalam banyak hal. Gema Baiturrahman masih sebagai media komunitas masjid yang terbit dengan oplah terbatas dan tampilan sederhana. Belum dijual layaknya media massa. Belum berbadan hukum.

Kekuatan Gema Baiturrahman adalah terbit terus menerus sejak 1993 sebagai media dakwah yang konsisten menyuarakan dan membela syariat Islam. Semua konten Gema Baiturrahman direncanakan untuk membentuk opini yang berpihak kepada Islam dan umat Islam. Media ini memilih posisi sebagai sarana mencerahkan umat, menyiarkan, dan mendokumentasikan perspektif keislaman dalam semua aspek kehidupan.  

Sebagai media berbasis masjid, Gema Baiturrahman telah dan akan terus melakukan penataan bertahap, hingga memasuki era profesional. Gema Baiturrahman telah merumuskan rencana strategis  2014-2022, yang masing-masing dibagi dalam tahapan tiga tahun: 2014-2016 Periode Gema Transisi, 2017-2019 Perode Gema Pengembangan dan 2020-2022 Periode Gema Profesional.

Gema Baiturrahman genap berusia 28 tahun. Ini artinya, jika kita lihat dari rencana strategis tersebut, Gema Baiturrahman memasuki tahun kedua periode Gema Profesional. Pada periode ini Gema Baiturrahman mestinya tinggal selangkah lagi layaknya seperti media lain yang mampu membiayai dirinya, karyawan, wartawan, dan pengelolaan yang baik. Hanya saja seiring perubahan struktur organisasi Masjid Raya Baiturrahman (MRB) oleh negara penuh, dengan status UPTD Pengelola MRB, profesional haruslah dipahami dalam konteks pengelolaan oleh negara. Saatnya Gema Baiturrahman sepenuhnya dikelola oleh negara (baca: UPTD).       

Penambahan usia Gema Baiturrahman mengharuskan pengelola media masjid ini memadukan kekuatan internal dan dukungan eksternal untuk kemudian didayagunakan dalam peningkatan kualitas penerbitan dan konten. Sebab dengan tulisan, reportase, ulasan, artikel, serta hasil cetakan yang berkualitas, akan membuat pembaca tetap setia membaca Gema Baiturrahman.

Pembaca adalah segalanya bagi kami, karena bersama pembaca Gema Baiturrahman memperjuangkan syariat Islam kaffah. Perjuangan ini akan terus berlanjut hingga syariat Islam benar-benar tegak dalam semua aspek kehidupan, termasuk aspek media atau syiar Islam.

Takdir Allah Swt, doa dan harapan itu terwujud dengan terbitnya Keputusan Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh Nomor 451.2/0091/2023 tentang Penunjukan Pengelola Gema Baiturrahman Pada Masjid Raya Baiturrahman Periode 2023-2024, tanggal 9 Januari 2023/16 Jumadil Akhir 1444, yang ditandatangani oleh Kepala DSI, Dr EMK Alidar SAg MHum. Dengan keputusan ini, menjadi sah Gema Baiturrahman dikelola oleh negara, dalam hal ini UPTD Pengelola MRB. 

Pengelola Gema Baiturrahman yang mencapai 23 orang itu terdiri dari unsur pembina, pengarah, pemimpin umum, pemimpin redaksi, sekretaris redaksi, redaktur, wartawan, admin website, layout, iklan/promosi, sirkulasi, terkologi informasi, serta office boy. Seluruhnya merasa gembira menerima surat keputusan yang diserahkan Kepala UPTD Pengelola MRB sekaligus Pemimpim Umum Gema Baitutrahman yang baru, Saifan Nur, SAg, MSi di Kantor Redaksi Gema Baiturrahman, Jumat (27/1/2023).

Semoga dengan komposisi baru Pengelola Gema Baiturrahman membuat media ini mampu melakukan transformasi menjadi media pers yang islami. Walaupun tak begitu puas membaca diktum ketiga keputusan itu, saya yakin dengan terintegrasi menajemennya  dengan UPTD Pengelola MRB, Gema Baiturrahman pengelolaannya akan lebih baik.

Diktum ketiga keputusan itu berbunyi, “Segala biaya yang timbul akibat dikeluarkan Keputusan ini dibebankan  kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Tabloid Gema Baiturrahman periode Tahun 2023-2024”. Seharusnya, akan lebih progresif jika redaksi begini: “Segala biaya yang timbul akibat dikeluarkan Keputusan ini dibebankan kepada APBA, Infak  Masjid Raya Baiturrahman, dan pendapatan pengelolaan Tabloid Gema Baiturrahman.”

Mungkin saja ini adalah langkah awal peran negara dalam pengelolaan Gema Baiturrahman, berikutnya tentu saja akan sering rapat, diskusi dan pembahasan, yang semua itu bisa berubah menjadi lebih sempurna.  Terima kasih Kadis Syariat Islam, Pak Emka, saya masih mendapat amanah sebagai pemimpin redaksi. Insya Allah, siap bekerja lebih baik lagi.  

Berikut Pengelola Tabloid Gema Baiturrahman 

Pembina: (1) Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (2) Dr. EMK Alidar, S.Ag, M.Hum, (3) Dr. Ir. G Basri A. Bakar, M.Si, Ketua Pengarah: Drs. Tgk. H.Ameer Hamzah, M.Si, Pemimpin Umum: Saifan Nur, S.Ag, M.Si, Pemimpin Redaksi: Drs. Sayed Muhammad Husen, Sekretaris Redaksi: Mukhtar, S.Ag, Redaktur: (1) Marwidin Mustafa (2) NA. Riya Ison, dan Wartawan: (1) Syamsul Azman (2) Indra Karyadi (3) H. Zakaria Ilyas, S.Pdi (4) Zulfulqan (5) Lizayana.

Pengelola lainnya, Admin Web: (1) Nurjanah Usman (2) Syukrillah Al Amin, Lay Out: M Yusuf Dinisam, Iklan/Promosi: (1) M Nur AR (2) Samani ST, Sirkulasi: (1) Joni (2) Martin, TI: Said Najli dan Office Boy: Iswadi Yasin. (*)

 


Maksimalkan Keistimewaan dan Kekhususan Aceh

Oleh: Sayed Muhammad Husen

Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Al Haythar mengatakan, keistimewaan dan kekhususan Aceh yang diperoleh saat ini merupakan hasil perjuangan panjang rakyat Aceh melalui dinamika konflik bersenjata dan politik selama 30 tahun.  Akhirnya lahirlah kesepakatan damai yang dituangkan dalam MoU Helsinski pada 15 Agustus 2005. 

Hal itu disampaikan Malik Mahmud saat melantik secara resmi H Muzakir Manaf  sebagai Waliyul ‘Ahdi masa bakti 2022-2026 di Meuligoe Wali Nanggroe, Selasa (27/12/2022) lalu, sebagaimana dilansir walinanggroe.acehprov.go.id.

 

Pada kesempatan lain, Malik Mahmud menegaskan, Aceh memiliki dua perangkat hukum utama yang berlaku secara khusus dan istimewa yaitu undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintah Aceh dan undang-undang nomor 44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh. Menurutnya, kedua perangkat hukum ini merupakan modal besar bagi Aceh dalam melaksanakan keistimewaan dan kekhususan yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia.  

 

Malik mahmud menambahkan, keistimewaan dan kekhususan Aceh bukanlah tujuan akhir dari perjuangan. Namun, segala yang telah diraih melalui pengorbanan jiwa raga dan harta di masa lalu harus mampu dimaksimalkan dengan menjaga Aceh tetap aman dan damai.  

 

Salah satu cara memaksimalkan keistimewaan dan kekhususan Aceh, dengan cara melakukan sinkronisasi dan koordinasi dalam menyusun program pembangunan keistimewaan dan kekhususan menuju Aceh yang bermartabat dalam menghadapi dinamika sosial politik, guna mencapai kesejahteraan masyarakat Aceh di masa yang akan datang.

 

Untuk itu, dengan otoritas yang dimiliki Wali Nanggroe, dapat saja melakukan Musrenbang Keistimewaan dan Kekhususan Aceh setiap tahun. Musrenbang ini sebagai forum evaluasi dan perencanaan tahunan lembaga keistimewan dan kekhususan Aceh selain Wali Nanggroe, yaitu Dinas Syariat Islam, Mahkamah Syar’iyah, Satpol PP dan WH, Baitul Mal Aceh, Majelis Adat Aceh (MAA), Majelis Pendidikan Aceh (MPA), Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Dinas Pendidikan Dayah (DPD), serta Majelis Ulama Aceh (MPU).

 

Musrenbang ini juga berfungsi untuk mengaktualisasikan tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga tersebut. Tak boleh ada lembaga yang jalan di tempat, kurang anggaran, atau tidak efesien.

 

Sumber: Gema Baiturrahman, 27/1/2023/5 Rajab 1444 

 


Rabu, 25 Januari 2023

Aceh yang Dermawan

Oleh: Sayed Muhammad Husen

Masyarakat Aceh tempo dulu dikenal sifat kedermawanan jika dilihat dari pelayanan yang baik terhadap setiap tamu dan banyaknya kenduri di hampir setiap momentum. Spirit kederwananan diperoleh dari ajaran Al-Quran dan sunnah Rasulullah yang menganjurkan berinfak, sedekah,  dan peduli terhadap sesama muslim. Orang Aceh yakin, Allah akan membalas berbagai bentuk kepedulian, bantuan, dan sumbangan yang diberikan kepada orang lain.

Kedermawanan itu terus berlangsung dari generasi ke generasi hingga sekarang ini. Bentuknya pun semakin beraneka seiiring perkembangan zaman, permasalahan, dan bantuan yang diperlukan masyarakat. Pernah satu periode konflik Aceh, masyarakat dengan suka cita mengaktualisasikan kedermawanannya dalam bentuk fasilitasi perjuangan aspirasi rakyat dan kepedulian terhadap pengungsi.

Masyarakat Aceh yang tak terkena gempa dan tsunami tahun 2004 telah menunjukkan kepedulian, solidaritas, dan berbagai bentuk sumbangan diberikan kepada saudara mereka se Aceh yang tertimpa musibah tsunami. Bantuan tersebut tentu cukup berbekas dan menjadi bagian sejarah kedermawanan orang Aceh. Bantuan ini pula yang kemudian membentuk perilaku masyakarakat Aceh lebih mudah peduli dan berbagi setiap bencana yang terjadi di dalam dan luar Aceh.

Masyarakat Aceh juga menunjukkan sifat dermawan dengan memberikan bantuan dan kepedulian terhadap masyakarat Palu dan Donggala, beberapa waktu lalu. Pemerintah Aceh dan berbagai unsur swasta di Aceh bergerak menggalang bantuan, infak dan sedekah  untuk  masyarakat korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. Berbagai komponen masyarakat membentuk pos-pos kepedulian, termasuk Masjid Raya Baiturrahman (MRB). Masyarakat pun empati merespon pengungsi Rohingya.   

Dalam amatan kita, masjid adalah institusi Islam yang sangat tepat sebagai pusat kedermawanan umat. Masjid bisa menjadi pusat penggalalan dana umat untuk berbagai kepentingan dan sulusi permasalahan sosial kemasyarakatan seperti masalah kemanusiaan, kebencanaan, kemiskinan, serta pengungsian. Masjid kemudian mengelolanya dengan perencanaan, peruntukan, dan manajemen yang baik.

Demikianlah mestinnya masjid menghimpun dan mengelola dana untuk korban bencana dan kemanusiaan. Dengan itu pula peran sosial masjid dari waktu ke waktu semakin penting dan nyata.  Kita salut MRB lebih cepat berinisiatif menggalang infak pada setiap momentum bencana.

Sumber: Gema Baiturrahman

Selasa, 24 Januari 2023

Membangun Usaha Masjid

Oleh: Sayed Muhammad Husen


Sejumlah kegiatan bisnis dilakukan pengurus masjid. Dari bisnis ini, pendapatannya untuk menopang biaya operasional masjid. Dengan demikian, tempat ibadah ini tak sepenuhnya menggantungkan bantuan dana dari pihak luar. Sebaliknya, menjelma sebagai entitas yang mandiri.

Masjid Agung Sunda Kepala Jakarta, misalnya, memanfaatkan sebagian lokasinya untuk disewakan. Salah satunya, sebagai tempat galeri anjungan tunai mandiri (ATM). Menara masjid pun tak tersia-siakan. Provider telepon seluler menyewanya untuk kepentingan mereka.

Menurut Ketua Dewan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa, HM Aksa Mahmud, lini bisnis tak sebatas itu. Pengurus menghimpun khutbah Jumat dalam setahun. Lalu, membukukannya dan menjualnya kepada jamaah. “Pereksemplar Rp 60 ribu,” katanya, seperti ditulis Fuji Pratiwi (Republika.co.id).

Pengurus juga membenahi stasiun radio masjid. Sudah ada bank syariah yang beriklan. Aksa berharap, setelah beroperasi radio tersebut bisa membiayai dirinya sendiri, selanjutnya berkontribusi untuk masjid, seperti  sekolah yang dioperasikan pengurus masjid.

Aksa mengatakan, semua usaha produktif. Bila digabungkan dengan hasil kotak amal Jumat, bisa mencapai surplus Rp 1 miliar. Surplus pertahun menembus angka Rp 2 miliar setelah ditambah sedekah dari jamaah.

Kelebihan dana yang ada masuk ke dalam pos dana abadi. Aksa menyatakan, dana abadi yang kuat membuat masjid sepenuhnya mandiri.

Dari pengalaman Masjid Sunda Kelapa, kita berharap masjid-masjid di Aceh juga merintis usaha di lingkungan masjid. Bisa jadi sebagian telah merintisnya sejak awal, mengembangkan potensi ekonomi dan sosial jamaah, serta memanfaatkan asset abadi masjid (misalnya wakaf). Sebagai contoh,  Masjid Oman  Al Makmur Lampriet telah merintis bisnis perhotelan.

Hasil atau suplus kegiatan ekonomi dan sosial masjid dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk operasional masjid, penyantunan fakir miskin, beasiswa, serta pengembangan fisik masjid. Dengan demikian masjid tidak hanya mengurus ibadah dalam pengertian sempait, tapi juga meningkatkan kesejahteraan jamaah.

Kita melihat peluang yang besar Masjid Raya Baiturrahman (MRB) dan Masjid Agung Kab/Kota se Aceh dapat mengembangkan bisnis micro finance, konsultan, media, penerbitan, toko pakaian muslim, toko buku, apotek, klinik, pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi, serta berbagai peluang usaha lain.  Termasuk menginvestasikan sisa dana infak dan memproduktifkan asset wakaf. Semua ini, tentu saja dapat dikerjakan dengan dukungan SDM dan manajemen yang profesional.

Sumber: Gema Baiturrahman

Senin, 23 Januari 2023

Mengunjungi Rafidah di Dayah

Oleh: Sayed Muhammad Husen

Di Nol Kilometer Sabang 
Saya memiliki agenda tetap bersama istri (Ummi Raf) setiap Ahad sore mengunjungi ananda Rafidah Assa’adah (Raf) di Dayah Insan Qurani (IQ), Sibreh, Aceh Besar. Sesekali saja tak bisa datang, karena sedang dinas luar atau keperluan lain yang mendesak. Bahkan, Ummi Raf datang dua kali sepekan, sebab ditambah waktu kunjungan Jumat sore.

Raf menjadi santri IQ sejak 2018. Sekarang kelas II tingkat aliyah. Sudah 4,5 tahun di IQ. Walaupun sebagai anak tunggal, namun tak ada kesulitan “meyakinkan” Raf masuk dayah atau pesantren, sebab sejak kelas 3 MIN di Lampanah, Raf sering mendengar cerita dan informasi tentang pesantren dari Muzakkir Al Mubarak (anak adik kandung saya, Zainuddin M Husen, yang ketika itu santri Pesantren Imam Syafii, Sibreh).

Muzakkir sesekali pulang ke rumah di Lampanah. Pada kesempatan itu, Raf kadang-kadang mendengarkan kisah seputar pesantren dari Muzakkir. Selain itu, Raf mendapatkan cerita-cerita kehidupan pesantren dari anggota keluarga besar yang pernah menjadi santri atau sekolah boarding school, seperti Khairul Huda, Ahmad Arfiza, Herawati, Syahrul Kiram, Farah Diana, Ahmad Faizuddin, Muhammad Iqbal, Faiz Al Imtiyaz, serta Putri Kharisma Malihah.    

Generasi Pengganti


Raf, yang lahir tahun 2006, adalah generasi pengganti setelah tsunami Aceh (2004). Banyak anak Aceh yang meninggal atau hilang dalam tsunami. Sejak awal, kami mendoakan Raf menjadi bagian dari barisan Islam, pribadi yang empati, dan suka membantu orang lain. Apapun profesinya kelak, harapannya Raf merupakan bagian dari orang-orang yang menguatkan barisan Islam.

Karena itu, dengan memilih pendidikan agama sejak dari MIN, MTs IQ dan MA IQ, akan singkron dengan doa, harapan, dan cita-cita kami. Raf mendapatkan pendidikan dasar-dasar tauhid, ibadah, dan pengetahuan keislaman yang memadai. Apalagi kurikulum IQ ditambah dengan tahfidz Al-Quran dan santri senantiasa berada dalam lingkungan Al-Quran (insya Allah selama 6 tahun).

Di Masjid Raya Baiturrahman

Dengan semangat itu pula, saya dan Ummi Raf begitu bahagia mengunjungi Raf setiap pekan. Kunjungan ini untuk merawat kualitas komunikasi kami dengan Raf, monitoring pekembangan pendidikan, dan mengetahui apa saja kebutuhan Raf, selain yang tersedia di dayah. Kadang juga Raf kurang sehat, yang mengharuskan kami antar ke dokter. Tak memadai dengan obat dari klinik dayah.

Hari Kunjungan 

Masjid Baitul Adzim di Halaman  IQ
Setiap hari kunjungan, Ummi Raf menyiapkan satu bungkus nasi untuk makan saat kami berjumpa Raf, satu bungkus lagi untuk Raf makan malam, berbelanja makanan ringan, serta air minenal. Ummi Raf juga membawa sebagian pakaian Raf yang sudah diseterika. Ketika pulang dari dayah, kami pun membawa baju kotor Raf untuk dicuci, seterika, dan diantar lagi pada saat kenjungan berikutnya. Tak lupa setiap kunjungan menyerahkan uang jajan harian atau keperluan lain di dayah.  

Sering kali kami berkesempatan makan bersama Raf ketika hari kunjungan. Seperti pada suatu kujungan, nasi bungkus yang dibawa dari rumah dengan menu kuah lemak dan boh manok dedah, Raf tak habis makan sendiri. Akhirnya kami makan dan menghabiskannya. Nasinya memang lebih banyak, supaya cukup dicicipi bersama. Ini pula yang membuat bahagia ketika mengunjungi Raf di dayah.

Ketika hari kunjungan, Raf menggunakan kesempatan curhat, menceritakan perkembangan kehidupan belajar atau sebaliknya kami yang bertanya tentang pelajaran, pendidik, atau tentang kemungkinan ada masalah yang dihadapi Raf dan santri lainnya. Dari semua itu, kami tetap menjadi pendengar yang baik dan memotivasi Raf tetap rajin belajar, disiplin menguti agenda harian, menjaga waktu shalat,  serta mematuhi aturan yang berlaku di dayah.

Pengurus OSDIK

Hari kunjungan Ahad (22/1/2022), Raf menceritakan kepengurusan baru dan pelantikan OSDIQ. Sementara Raf mendapat amanah di bidang jurnalistik. Selanjutnya, kata Raf, bersama kawan-kawan akan menyusun perencanaan program kerja. Saya menambahkan, bahwa lazimnya bagian jurnalistik akan melakukan pelatihan jurnalistik, mengelola mading, blog dayah, penerbitan buletin, studi banding ke media, dan sekarang ditambah dengan kampanye medsos sehat.

Seperti biasa, kunjungan ini, beberapa kawan dekat Raf meminjam telepon kami untuk menghubungi orang tua di kampung. Yang istimewa hari itu, kami ajak ke dayah adik Raf, Muhammad Arsya Mubarak (2,5 tahun, anaknya Kahirul Huda).

Semoga kunjungan rutin ke dayah menjadi pengalaman psikologis yang dalam bagi Raf, yang membuat hubungan dan komunikasi anak dan orang tuan benar-benar efektif, walaupun dari segi hitungan waktu, anak lebih lama diasuh oleh orang lain. Kami yakin, pengasuhan dengan pola dayah, pesantren, atau boarding school seperti di IQ jutru lebih baik dibandingkan dengan anak yang belajar beberapa jam di sekolah atau madrasah, lalu selebihnya “diasuh” oleh lingkungan masyarakat yang belum mendukung terbentuknya karakter dan kepribadian anak yang islami.       

Lampanah, 23  Januari 2023/1 Rajab 1444    

  

 

 

 

 

Minggu, 22 Januari 2023

Pertanggungjawaban Dana Publik

Oleh: Sayed Muhammad Husen

Dana publik atau dana yang dihimpun dari publik (masyarakat luas) tetap penting untuk membiayai berbagai kegiatan keislaman dan sosial kemasyarakatan. Dana publik melengkapi dana yang dihimpun negara melalui pajak dan retribusi lainnya. Dana ini, juga sebagai sarana bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang diinisiasi oleh masyarakat atau badan amal. Bagi masyarakat muslim, dana yang disedekahkan tersebut diyakini akan mendapatkan imbalan pahala dari Allah Swt.

Dana publik yang dihimpun dengan spirit kedermawanan (filantropi) atau bentuk lain seperti zakat, infak, sedekah, serta wakaf (uang) digunakan untuk bantuan bencana alam dan kemanusiaan, bantuan pendidikan, kesehatan dan berbagai aktivitas amal sosial. Penggalangan dana dilakukan oleh pribadi, kelompok atau bahkan organisasi profesional, yang dilakukan dalam waktu tertentu atau berkelanjutan, sehingga suatu program dapat dikatakan berhasil atau masalah dapat diselesaikan.

Masalahnya adalah, bagaimana caranya pribadi atau lembaga penghimpun dana mempertanggungjawabkan dana publik yang digalangnya? Seberapa akuntabel dana tersebut dipertanggungjawabkan? Siapa pula yang bertanggungjawab mengawasi pertanggungjawaban itu? Beberapa pertanyaan ini penting demi keteraturan sistem sosial dan kenyamanan masyarakat. Masyarakat tentu saja berharap nyaman dalam berbagi dan nyaman pula memperoleh informasi pendayagunaan dananya.

Untuk itu, setiap pribadi atau badan amal, harus malaporkan atau mempertanggungjawabkan jumlah dana yang dihimpun dan peruntukannya. Laporan itu dapat disampaikan kepada setiap pribadi donatur atau mengumumkannya di media. Akan lebih akuntabel jika laporan tersebut disertai dengan hasil audit oleh akuntan publik. Demikian pula, negara harus mengatur dan mengawasi setiap penggalang dana publik, untuk apa dana digunakan dan tersedianya laporan pertanggungjawaban.

Kita berharap masyarakat lebih kritis berhadapan dengan pribadi dan lembaga pengggalang dana publik. Perlu kiranya mengenali asal usulnya,  untuk apa donasi dihimpun dan memastikan akan ada laporan pertanggungjawaban penggunaaan dana tersebut. Bukan berarti dengan cara itu kita menjadi tidak ikhlas. Yang kita harapkan, donasi atau sedekah mencapai sasaran dan pahala pun kita peroleh sempurna. Manfaat dana pun dapat optimal. 

Sumber: Gema Baiturrahman

Sabtu, 21 Januari 2023

Menerima Tamu

Oleh: Sayed Muhammad Husen

Saya mendapat “perintah” mendampingi Ketua Badan Baitul Mal Aceh (BMA) Mohammad Haikal, Jumat, (20/1/2023) menerima tamu, Salman Al Farisi, Direksi LAZ Yayasan Baitul Mal (YBM) PLN Jakarta. Salman datang berdua temannya dari perwakilan YBM PLN di Banda Aceh.

Saya mengenal Salman tahun 2004 sebagai pengelola IMZ Jakarta. Ketika itu, kami (amil BMA) mengikuti training dan magang manajemen zakat di IMZ dan Dompet Dhuafa selama dua pekan di Ciputat, Jakarta Selatan.

Setalah di IMZ, Salman ternyata sudah berapa kali pindah kerja antara lain ke LAZ Yayasan Baitul Mal BRI, Dompet Dhuafa, dan sekarang di YBM PLN.

“Saya masih simpan nomor kontak Pak Sayed,” katanya. Padahal, kami jarang komunikasi. Tahun 2019, saya mengikuti Pelatihan Manajemen Wakaf yang diselenggarakan oleh IMZ di Surabaya, saya lupa menanyakan di mana Salman bekerja.

Salman, menawarkan kolaborasi YBM PLN dengan BMA. Gayung bersambut, Haikal juga berpikir hal yang sama.

“Misalnya BMA sudah membangun hampir 200 rumah dhuafa tahun 2022, dan itu ada datanya. Dengan kolaborasi, YMB PLN atau LAZ lain bisa membantu mustahik yang menerima rumah dengan program lain, misalnya bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi keluarga,” kata Haikal.

Saya menimpali, “Malah kita bisa ajak bergabung LAZ Muhammadiyah atau LAZ NU untuk membina sisi spritualitas.” Salman dan Haikal sepakat.   

Salman dan Haikal saling berbagi cerita sukses program masing-masing lembaga. YBM PLN misalnya memiliki program rumah cahaya, desa cahaya, dan bidan cahaya.

“Kami menempatkan seorang pendamping desa cahaya di Bireuen selama dua tahun. Dia ibarat marinir yang kami tanam di sana, yang akan melakukan perubahan di desa itu,” kata Salman.

Setelah bertamu sekitar 60 menit, akhirnya, sang tamu pun berpisah dengan foto bersama.

Mungkin, saya diajak mendampingi tamu hari itu, karena melalui saya Salman meminta waktu bertemu ketua atau anggota badan BMA. Salman dianggap sahabat atau jaringan saya. Bisa jadi.

Foto-Foto: Juliani      

 

 

 

   


Judi Merusak Peradaban

Oleh: Sayed Muhammad Husen    

Pelabuhan Dedab Pulo Nasi: pulang dari penyaluran zakat
di Pulo Nasi tahun 2010 (Foto-foto: Maulizan) 
Islam adalah agama rasional yang  melindungi jiwa, termasuk memproteksi cara berpikir manusia. Salah satu caranya dengan mengharamkan judi, sebab sepanjang sejarah manusia judi terbukti merusak pikiran dan peradaban. Judi merendahkan martabat kemanusiaan, membangun permusuhan, dan bahkan bisa saling membunuh sesama pelaku judi. Menariknya, setan pun ikut merusak kehidupan masyarakat yang membudayakan judi.   

Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya (minuman) khamar (arak/memabukkan), berjudi (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS Al-Maidah: 90).

Praktik judi dilakukan dengan cara sederhana hingga cara-cara paling modern dan canggih, yang penting dapat berfungsi sebagai sarana bisnis, eksploitasi ekonomi dan pemuas selera rendah manusia. Sedikit orang yang diuntungkan dengan bisnis judi ini, justru jumlah terbanyak adalah orang dan komunitas yang terbuai mimpi.  Judi hanya  hayalan hidup saja. Mereka merasakan keenakan-keenakan semu dan sifatnya sementara.  

Dari pengalaman sejarah peradaban manusia, judi dipastikan  merusak berbagai aspek kehidupan, mulai dari aqidah, ideologi, politik, ekonomi, moral, hingga budaya. Tahap terakhir judi bisa saja menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukankah Allah SWT mengingatkan, judi akan mendatangkan bahaya dan bencana kehidupan.

Allah SWT melanjutkan firmanNya, ''Sesungguhnya setan itu bermaksud permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).'' (QS Al-Maidah: 91). 

Justru yang menarik, apabila praktik judi memang irrasional, maka keterlibatan setan dalam setiap niat,  transaksi dan bisnis judi, membuat dunia perjudian semakin ruwet dan kacau. Akibat perbuatan setan, orang-orang yang terlibat judi, kejiwaan dan kehidupannya pun tak memberi arti dan tak ada makna apa-apa. Hidupnya kering dan hampa. 

Demikianlah kehidupan generasi sekarang yang lagi diserang setan melalui judi online. Karena itu, seharusnya seluruh komponen  bangsa berpikir untuk menyelamatkan mereka dari bencana yang lebih besar.

Sumber: Gema Baiturrahman


Memahami Ma’had Tahfidz

Oleh: Sayed Muhammad Husen Tim Verifikasi Banda Aceh dan Aceh Besar Baitul Mal Aceh (Tim Abes) melakukan verifikasi calon mustahik penerima...