Jumat, 08 September 2017

Memakmurkan Masjid Makmurkan Jamaah

Oleh Sayed Muhammad Husen

Apakah benar selama ini pengelola masjid hanya “menerima” dari jamaah, sementara pihak masjid kurang “memberi” kepada jamaah? Tentu saja tidak seluruhnya benar. Namun demikianlah peserta diskusi terfokus BKPRMI Aceh berharap pengelola masjid supaya lebih banyak “memberi”. Memberi dalam bentuk pelayanan dan kegiatan. Diskusi berlangsung, Kamis, 7 September 2017 dengan topik “Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Masjid” di Aula Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

Selama ini, pengelola masjid telah memberi yang terbaik kepada jamaah dalam bentuk penyediaan fasilitas ibadah, air yang cukup, listrik yang memadai, lantai masjid yang bersih, imam yang hafidz, muazin bersuara merdu, serta khatib yang berbobot. Pengelola masjid juga menyediakan fasilitas pengajian, TPA, peringatan hari-hari besar Islam, bahkan mengorganisir qurban.

Lebih hebat lagi, misalnya,  Masjid Al-Furqan Beurawe, memberi jamaah dengan kegiatan tambahan berupa pengelolaan ZIS, simpan pinjam Baitul Qiradh, hingga pelayanan anak yatim berkelanjutan. Tentu saja tak sebanding dengan Pengurus Masjid Raya Baiturrahman yang memberi cukup banyak kepada jamaah dalam bentuk fasilitas yang dapat dianggap mewah, program siaran radio, halaqah maghrib dan shubuh, lembaga pendidikan Darussyariah, kuliah gratis Bahasa Arab, tempat pernikahan, dan berbagai bentuk pelayanan lainnya.

Namun, tetap saja peserta diskusi terfokus  BKPRMI Aceh menuntut supaya pengelola masjid memberi lebih banyak kepada jamaah. Misalnya, pengelola masjid hendaknya memfasilitasi berbagai kegiatan ramaja masjid, pengembangan wirausaha pemuda/remaja dan mengurus jamaah masjid yang fakir dan miskin. Mereka meminta pengelola masjid “berani” membuat kebijakan anggaran dengan  mendukung dan membiayai berbagai kegiatan di lingkungan masjid. Tidak terbatas dalam konteks pemakmuran masjid, tapi juga pemakmuran jamaah.

Pemakmuran jamaah yang direkomendikan peserta diskusi misalnya membuka usaha produktif , menyediakan modal usaha tanpa bunga dan melakukan pemberdayaan masyarakat miskin di lingkungan masjid. Hal ini dipastikan dapat dilakukan oleh pengelola masjid, karena hampir seluruh masjid tersisa anggaran dalam jumlah banyak. Rata-rata masjid di Banda Aceh memiliki saldo kas bulanan hingga Rp 50 juta.

Masalahnya adalah, diperlukan keberanian pengelola masjid dan edukasi jamaah, sehingga dana masjid boleh juga digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan peningkatan kepasitas dan kesejahteraan jamaah. Diperlukan juga perubahan paradigma pengelola masjid tentang pemanfatan dana masjid yang beroriensi pada pelayanan jamaah. Tidak hanya mementingkan pembangunan fisik masjid.

Dalam hal penanggulangan kemiskinan, pengelola masjid bisa bersinergi dengan pemerintah, swasta dan masyarakat. Diperkirakan sekitar 10% dari jamaah masjid yang fakir miskin  membutuhkan perhatian khusus, pelayanan dan pendampingan. Bisa jadi sebagian mereka telah dilayani oleh pemerintah gampong atau instansi terkait, namun terdapat fakta bahwa sebagian jamaah/masyarakat belum memiliki akses atau fasilitasi untuk keluar dari kemiskinan. Disinilah diperlukan sinergi.  

Untuk merealisasikan gagasan ini, perlu juga peningkatan kapasitas pengelola masjid, sehingga mampu menjalankan fungsi tambahan penanggulangan kemiskinan  dan memenuhi harapan peserta diskusi terfokus supaya mampu memberi lebih banyak kepada jamaah. Pengelola masjid harus terampil merancang program dan kegiatan yang berorientasi pelayanan jamaah, penggalangan dana dan melakukan kemitraan dengan berbagai pihak. Harus pula melakukan sosialisasi kepada jamaah, sehingga mereka memahami bahwa kemakmuran masjid  juga mencakup kemakmuran jamaah.

BKPRMI Aceh, melalui diskusi terfokus, telah membuka ruang lebih luas terhadap optimalisasi fungsi masjid sebagai pusat ibadah dan aktivitas ummat. Kita berharap, hasil diskusi tersebut dapat dikomunikasikan dan mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Aceh, yang juga memprioritaskan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran.

Seorang peserta diskusi menyarankan,  hendaknya BKPRMI Aceh menyampaikan hasil diskusi tersebut kepada Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Mungkin saja gubernur dan instansi terkait akan merespon dalam bentuk kegiatan percontohan penanggulangan kemiskinan berbasis masjid. Tentu saja peserta diskusi juga akan menindaklanjutinya di masjid tempat tinggal masing-masing, minimal menyebarkan hasil diskusi terfukus itu.  

Sumber: Gema Baiturrahman, 8 September 2017

Memahami Ma’had Tahfidz

Oleh: Sayed Muhammad Husen Tim Verifikasi Banda Aceh dan Aceh Besar Baitul Mal Aceh (Tim Abes) melakukan verifikasi calon mustahik penerima...