Jamaah masjid cerminan warga negara. Mereka terdiri
dari status ekonomi, profesi hingga mimpi yang berbeda. Secara individual, tak
ada harapan jamaah yang sama. Mereka dipertemukan cita-cita besar: bahagia
dunia akhirat. Mendapat ridha Allah Swt. Merebut falah (kemenangan).
Karena itu, kepemimpinan masjid tidak mudah
mengakomodir berbagai aspirasi dan memenuhi harapan jamaah. Demikian juga,
berbagai interes jamaah haruslah dipertemukan dalam satu kepentingan bersama:
kepentingan jamaah. Tak boleh ada yang mendominasi dan menghegemoni jamaah
lainnya.
Dalam konteks ekonomi --sebagai upaya
mensejahterakan jamaah-- masjid dapat memperjelas keberpihakannya terhadap
sebagian jamaah yang nasibnya belum beruntung, jamaah fakir miskin. Dalam hal
ini, masjid dapat memerankan fungsi mediasi, mempertemukan atau
mempersaudarakan jamaah kaya dengan jamaah miskin.
Karena itu, beberapa masjid mulai memperkuat program
pemberdayaan jamaah. Manajemen masjid tak hanya melakukan pengaturan pelaksanaan
ibadah dalam artian sempit, tapi juga melakukan penggalangan dana, kemudian
mendayagunakannnya untuk kesejahteraan jamaah. Beberapa program misalnya
ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial dakwah.
Dalam bidang ekonomi, masjid melakukan fundraising (penggalangan dana) zakat,
infak, sedekah dan waqaf (Ziswaf). Dana ziswaf ini digunakan untuk
memberdayakan jamaah jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Bahkan,
sebagian masjid mulai melakukan
aktivitas bisnis dalam rangkaian mengembangkan ekonomi syariah.
Saya melihat masjid-masjid di Aceh, sudah cukup lama
menggerakkan program pendidikan berbasis masjid. Banyak masjid di Aceh memiliki
amal usaha pendidikan, bahkan sebagian besar pendidikan masjid itu telah
dinegerikan. Sebagian lagi masjid mengintegrasikannya dengan pendikan dayah,
balai pengajian, bahkan tahfidz Al Quran. Masjid Raya Baiturrahman pun dalam
sejarahnya memiliki Universitas Baiturrahman.
Sekarang, sudah saatnya masjid mengurus jamaah lebih
konkret lagi bidang ekonomi dan pemberdayaan jamaah. Micro finance syariah seperti dikembangkan Baitul Qiradh
Baiturrahman dapat dijadikan model mediasi jamaah. Para jamaah kaya difasilitasi
menyimpan sebagian dananya sementara sebagian jamaah lainnya meminjam sebagai
modal usaha.
Untuk melayani jamaah miskin, sudah saatnya masjid
membangun kemitraan dengan Baitul Mal. Selain itu, memperkuat penggalangan
infak, sedekah dan waqaf, sehingga masjid memiliki sumber dana untuk
menggerakkan berbagai aktivitas ekonomi jamaah. Masjid dapat mengembangkan
usaha Baitul Qiradh, toko buku, apotek, klinik, busana muslem, travel haji dan
umrah bahkan toko serba ada.
Dalam implementasinya, manajemen masjid dapat
menunjuk satu bidang khusus mengurus pemberdayaan jamaah. Bidang ini melakukan fundraising dan pendayagunaan dana. Tentu
hal ini harus dikerjakan secara profesional
oleh SDM terlatih dan terampil, sehingga social entrepreneurship berbasis
masjid ini dapat berkelanjutan dan terus berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar