Jumat, 20 Februari 2015

Mengenal Baitul Qiradh Baiturrahman

Oleh:  Sayed Muhammad Husen 


Gerakan awal Baitul Mal Wattamwil (BMT) yang di Aceh dikenal dengan Baitul Qiradh (BQ) berangkat dari kegelisahan aktivis Islam terhadap kualitas umat Islam di Indonesia. Betapa tidak, sebagai umat mayoritas di negeri ini sebagian besar tidak taat dalam mengamalkan ajaran Islam dan tidak memiliki akses terhadap modal usaha dari perbankan. Umumnya umat Islam kualitas sumber daya manusinya rendah dan hidup di bawah garis kemiskinan. Pada sisi lain, umat Islam Indonesia belum dapat mengamalkan ajaran Islam dengan baik akibat praktek perbankan sistem ribawi.

Umat Islam Indonesia mendapatkan momentum dengan diresmikannya Bank Muamalat Indonesia 1992, sebuah bank yang beroperasi dengan sistem syariah. Kekuasaan Soeharto pun (waktu itu) memberi dukungan penuh terhadap hadirnya bank yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini. Momentum ini pula menjadi pendorong tumbuhnya BMT sebagai lembaga keuangan umat yang memfasilitasi pemberdayaan ekonomi umat di lapisan bawah. Sebelumnya BMT masih bersifat “gerakan bawah” tanah, yang dirintis sejak 1982 dengan nama Baituttamwil Teknosa di Bandung.

Upaya BMT dalam memberdayakan umat dengan cara melakukan dua hal: pertama, memberdayakan umat dengan meningkatkan pemahaman terhadap ajaran Islam. Umat diorganisir untuk mengikuti pengajian rutin yang dibimbing oleh ustaz/murabbi. Materi yang disajikan mencakup pengetahuan dasar keislaman, aqidah dan  ibadah. Selajutnya dperluas dengan pengetahuan tentang muamalah (sosial ekonomi dan kemasyarakatan). Kelompok ini diarahkan untuk mengaktualisasikan semangat solidaritas yang telah mulai tumbuh, maka diaktifkanlah kegiatan simpan pinjam. Tentu, kegiatan ini mengacu pada prinsip-prinsip ekonomi syariah seperti mudharabah (bagi hasil),  (jual beli) dan qardhul hasan (pinjaman kebajikan).

Merambah Aceh

Suatu hari, saya dan Drs Sayuthi Sulaiman yang sedang berada di Studio Radio Swasta Rhodisko Banda Aceh mendapat telepon dari M Nur A Birton di Jakarta. Dia mengatakan, dalam waktu dekat akan ada pelatihan pengelola BMT di Jakarta. Dia menyebut nama HM Hamzah Hasan dan Prof Jamaluddin Ahmad sebagai kontak person yang dapat dihubungi di Aceh untuk mencari peluang bisa ikut menjadi peserta dari Aceh.

Lalu, kami berdua membuat proposal pendirian BMT di Banda Aceh dan menghubungi kedua kontak person itu. Saya mengusulkan seorang teman yang sama-sama mengajar di TPA Aisyiyah Banda Aceh, Nora Faulina, untuk dimasukkan dalam proposal sebagai calon pengelola, karena kami berdua berlatar-belakang pendidikan keguruan dan syariah, sementara Nora Faulina berpendidikan perbankan.

Saya, Sayuthi, bersama 30-an teman-teman se Aceh akhirnya berkesempatan mengikuti Pelatihan dan Magang Pengelola BMT selama dua minggu (akhir Mei hingga awal Juni 1995) di Jakarta, yang difasilitasi oleh Yayasan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) dan Taman Iskandar Muda. Pinbuk adalah badan otonom di bawah ICMI yang dibentuk khusus untuk mengembangkan BMT di seluruh Indonesia. Saya dan 12 teman dari Banda Aceh dan Aceh Besar dibiayai oleh ICMI Aceh, sementara teman-teman lain dibantu oleh ICMI Kabupaten/Kota se Aceh.

Sepulanngnya dari pelatihan dan magang, kami diberi kesempatan presentasi tentang BMT di hadapan Gubernur Aceh yang juga Ketua ICMI Aceh (waktu itu), Prof DR Syamsuddin Mahmud, di Anjong Mon Mata Banda Aceh. Sebuah tekad pun lahir untuk menggerakkan pembentukan BMT di seluruh Aceh. Tak ada pengurus ICMI Aceh yang memberi dukungan. Mereka yakin, inilah salah satu solusi pemberdayaan ekonomi rakyat Aceh.

Masuk Baiturrahman

Rupanya, tanpa sepengEtahuan kami yang sedang ikut pelatihan dan magang, Pengurus ICMI Aceh telah merencanakan beberapa lokasi pendirian BMT di Aceh. Saya dan Sayuthi yang semula satu tim dipencar ke lokasi yang berbeda, saya diminta mengorganisir pembentukan Baitul Qiradh di Masjid Raya Baiturrahman dan Sayuthi di Masjid Abu Indrapuri Aceh Besar. Padahal, semula dalam proposal kami rencanakan lokasinya di lantai II Toko Buka Amanah Jalan Mohd Jam Banda Aceh. Informasi pembagian tugas itu kami ketahui pada hari-hari terakhir pelatihan dan magang.

Dari informasi itu, saya mereka-reka siapa yang paling cocok menjadi Ketua Pengurus Baitul Qiradh Baiturrahman (BQB). Semula saya “mengantongi” nama H Imam Syuja’ sebagai orang yang paling tepat. Dia aktivis Islam, tokoh, sekaligus seorang pengusaha. Lalu, saya mendapat kabar bahwa Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman, Tgk H Soufyan Hamzah, kurang berkenan terhadap rencana ICMI membentuk BQB. ICMI pun mengubah langkah taktis dengan menjadikan Soufyan Hamzah sebagai salah seorang yang dimandatkan oleh ICMI bersama Prof Abidin Hasyim MSc untuk membentuk BQ di  masjid kebanggaan rakyat Aceh itu.

Saya pun berupaya “menyesuaikan” diri dengan langkah ICMI dengan cara mengusulkan nama calon Ketua Pengurus yang relatif bisa diterima oleh Soufyan Hamzah. Maka muncullah nama Ir H M Zardan Araby MBA, dosen Fakultas Teknik Sipil Unsyiah, Ketua PW Pemuda Muhammadiyah dan salah seorang anggota Keluarga Besar Soufyan Hamzah yang sangat ia senangi. “Saya melihat Zardan punya potensi menjadi intelektual muslim yang sukses, dia dosen, mau belajar agama dan sekaligus wirausaha,” katanya.

Selanjutnya, saya melakukan silaturrahmi dengan Soufyan Hamzah. Beliau mengarahkan supaya saya mengkoordinasikan segala sesuatu yang diperlukan dengan Sekretaris Masjid Raya Baiturrahman, Drs H Ridwan Johan. Bersama dengan Ridwan Johan saya mempersiapkan acara rapat pembetukan BQB. Para aghnia kami undang untuk mengikuti rapat dan presentasi konsep BQ sebagai miniatur bank Islam.  Di atas kertas malam itu kerkumpul dana Rp 16 juta, Rp 10 juta di antaranya dari kas Masjid Raya Baiturrahman.  

Rapat juga berhasil menyepakati formatur pembentukan BQB yang terdiri dari Camat Baiturrahman, mewakili pengusaha warung nasi, wakil pengusaha toko emas, Ridwan Johan dan Sayed Muhammad Husen.  Selanjutnya kami menyusun komposisi Pengurus dan Pengelola BQB periode empat tahun pertama:

Pengurus
Ketua               : Ir. H. M. Zardan Arabi, BA
Wakil               : Drs. H. Ridwan Johan
Sekretaris         : Ir. H. Basri A. Bakar, Msi
Wakil               : Murizal Hamzah
Bendahara        : Drs. Mahlil Idham

Pengelola
Manajer Utama            : Sayed Muhammad Husen
Staf                              : Nora Faulina Murdani, SE
                                       Aiyub Syah, SE (tidak aktif)
                                       Maulida Lailiana, SE. Ak

Mulai Operasional

Pada 8 Juli 1995 Menristek Prof DR BJ Habibie meresmikan BQB bersamaan 49 BQ lainnya di seluruh Aceh. Habbie menyerahkan modal usaha Rp 1 juta tiap BQ. Peresmian itu bertepatan dengan berlangsungnya Muktamar Muhammadiyah di Banda Aceh. Dengan uang cash Rp 2 juta, kami memberanikan diri memulai operasi BQB pada 2 Oktober 1995. Bulan pertama operasinal kami hanya memasarkan produk simpanan, baru pada bulan kedua kami dapat menyalurkan pembiayaan.

Adupun produk Simpanan yang kami pasarkan yaitu: Simpanan Mudharabah, Simpanan Pendidikan, Simpanan Qurban, Simpanan Idul Fitri, Simpanan Walimah, dan Simpanan Haji. Produk Pembiayaan: Pembiayaan Murabahah, Pembiayan Mudharabah, Pembiayaan Musyarakah dan Pembiayaan Al-Ijarah. Hingga tahun 2000 asset BQB mencapai Rp 250 juta.

Dukungan utama operasional BQB kami peroleh dari jamaah Masjid Raya Baiturrahman. Karena lokasi yang strategis di pusat kota dan berdekatan dengan pusat pasar, sangat mudah bagi jamaah untuk menyimpan atau meminjam dana untuk modal usaha.  Dalam hal sosialiasi, kami peroleh dari Tabloid Gema Baiturrahman (media masjid) dan penceramah halaqah maghrib dan subuh di Masjid Raya Baiturrahman yang  disiarkan langsung oleh Radio Baiturrahman. Para penceramah menyampaikan konsep-konsep ekonomi syariah dan anjuran menjadi nasabah/anggota BQB.

Dua tahu pertama operasional BQB, saya  mengintensifkan silaturrahmi dan komunikasi dengan para tokoh, aktivis, mahasiswa, media, pengusaha, da’i, Ormas dan OKP Islam, anggota DPRA/DPRK, parpol, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendapatkan mendukungan terhadap keberadaan BQB. Hampir seluruh aktivis LDK (lembaga dakwah kampus) membuka rekening di BQB. Kami juga mendapat suntikan modal  dari tiga BUMN: PT Taspen, Pertamina dan PLN, mencapai Rp 110 juta.

Pada 2001 BQB telah berbadan hukum koperasi syariah, sebelumnya hanya mengandalkan izin operasional dari Pinbuk. Badan hukum ini kami urus karena dorongan dari tokoh ICMI yang menjadi Menteri Koprasi dan UKM, Adi Sasono. Tahun  itu  pula saya mengundurkan diri sebagai Manajer Utama dalam rapat besar periode pertama. Saya minta posisi sebagai konsultan, tapi akhirnya saya diberi amanah menjabat sebagai Wakil Sekretaris. Jabatan Manajer Utama diserakan kepada Nora Faulina Murdani. “Ia mundur saat yang tepat,” kata Sayuti.

Hinga menjelang tsunami 26 Desember 2004 BQB dapat membukukan asset Rp 350 juta. Pengelola empat orang: Nora Faulina SE (perbankan), Maulida Lailiana SE (akuntan), Dra Nurmi Hasan (syariah) dan Nur Fajri Fahmi (perbankan). Simpanan anggota Rp 155 juta (1.316 orang), pembiayaan Rp 109 juta (350 orang). Rupanya Allah SWT menguji hamba-Nya dengan tsunami, akibatnya semua inventaris dan adminstrasi BQB tenggelam dan hancur. Uang di brankas Rp 10,5 juta dijarah. 60% nasabah pembiayaan hilang. Sementara asset yang selamat di rekening bank Rp 32,3 juta.

Bangkit PascaTsunami

Menurut Nora Fauilina, pada Januari 2005 pihaknya hanya dapat menjalin komunikasi telepon antara pengelola dan pengurus, sebab pada umumnya mereka mengungsi sampai ke Medan. Bulan Januari Masjid Raya Baiturrahman juga belum menyelenggarakan shalat Jumat. Baru pada minggu ketiga Januari, mulai ada komunikasi tentang upaya menghidupkan kembali BQB dengan PNM Medan dan Pinbuk Pusat.

Pada minggu kedua Pebruari 2005, PNM menghubungkan BQB dengan BAZNAS untuk ikut serta dalam program revitalisasi ekonomi Aceh pasca tsunami. Minggu terakhir Pebruari, BAZNAS menyatakan komitmen untuk menyertakan modal pada BQB Rp 605 juta.

Selanjutnya, Nora Faulina dari BQB bersama dua  BQ lainnya dari Aceh mengikuti pelatihan dan magang BMT di Jakarta. Minggu pertama Maret 2005 dapat dilakukan renovasi kantor BQB atas fasilitasi BAZNAS. Pada 10 Maret 2005 BQB dapat beroperasi kembali secara normal dan 17 Maret 2004 Hj Mufida Jusuf Kalla meresmikan kembali BQB.

Menurut Ketua Pengurus BQB, M Zardan Araby, hal-hal yang mendukung kelancaran operasional kembali BQB, pertama kerena semua pengurus dan pengelola masih ada (tidak hilang dalam tsunami). Tidak terjadi rush dan malah simpanan terus bertambah.  Juga, karena keunggulan lokasi kantor yaitu di komplek masjid kebanggaan rakyat Aceh. “Masalah juga ada, masyarakat menganggap penyertaan dana BAZNAS sebagai hibah, sehingga menyulitkan kita dalam penagihan,” katanya.

Beberapa kegiatan kemitraan dalam upaya memperkuat kelembagaan BQB pasca tsunami, yaitu: menjadi salah satu pilot proyek microfinance BRR; ikut serta dalam Program Pembiayaan Produktif PKPS BBM Kementrian Koperasi 2005; adanya penyertaan modal kerja dan pembukaan tiga kantor cabang oleh ILO (International Labour Organitation); mendapatkan pinjaman tanpa bagi hasil dari ICED dan ARF (NGO lokal); penempatan deposito PT. BISMA dan membuka loket resmi pembayaran rekening listrik PLN Cabang Banda Aceh.

Selain itu, BQB meneriman penempatan dana BRR Rp 3 milyar; PKPS BBM Rp 500 juta; ICED dan ARF Rp 250 juta; ILO Rp 545,9 juta dan deposito PT Bisma Rp 325 juta. “Untuk tahun 2009 kita memang tak bisa mengandalkan lagi dana murah dan hibah, kami harus proaktif mencari dana komersial,” kata Nora Faulina.

Sebagai upaya penguatan kelembagaan dan SDM BQB melakukan pelatihan dan pemegangan staf dengan kerjama kemitraan antara lain, Juni 2006 ILO memfasilitasi empat orang karyawan magang pada Kospin Jasa Pekalongan selama satu  bulan. Agustus 2006  Training Loan Officer dan Training Manajemen Kredit Bermasalah oleh MercyCorps. Pada Oktober 2006: Training Analisa Keuangan untuk Lembaga Keuangan Mikro oleh MercyCorps.

Selanjutnya Nopember 2006: BQB mengikuti Training Analisa Kredit untuk LKM oleh MercyCorps. Maret 2007: Training Penyelesaian Kredit Bermasalah oleh MercyCorps. Maret 2007 Pelatihan Calestial Manajemen oleh Bank Muamalat. Juli 2007: Workshop Gender dan Koperasi bagi seluruh karyawan BQB oleh ILO dan Oktober 2007 Workshop Bisplan BQB oleh ILO.

Dari data April 2008, BQB telah membukukan asset Rp 9,7 milyar dengan tenaga pengelola/karyawan 15 orang, pengurus 3 orang, pengawas 2 orang, simpanan nasabah/anggota Rp 3 milyar (2.719 orang), pembiayaan Rp 4,9 milyar (675 orang) dengan  satu kantor pusat di Masjid Raya Baiturrahman dan tiga kantor cabang masing-masing cabang  Meuraxa (diresmikan 2 Pebruari 2006), cabang Ulee Kareng (diresmikan 2 Juli 2006)  dan  cabang Jeulingke (diresmikan 28 Juli 2006).

Demikianlah sejarah, perkembangan dan kebangkitan BQB pasca tsunami. Semoga memasuki usia tahun ke 14 lembaga keuangan mikro syariah ini, dapat menghadapi tantangan yang lebih berat. Para pendiri, pengurus, pengawas,  dan pengelola seharusnya tetap kreatif dalam merespon berbagai tantangan dan permasalahan yang muncul, teruma dalam meningkatkan jumlah modal sendiri, memantapkan kelembagaan, penguatan SDM dan terus berupaya untuk menambah asset. “Kami juga ditantang untuk punya sektor ril dan gedung sendiri,” kata Ridwan Johan.

Demikian pula, Pengurus Masjid Raya Baiturrahman sebagai “pemegang saham mayoritas” sepatutnya lebih konkret lagi memberi dukungan, misalnya,  dengan menempatkan sebagian kas masjid di rekening BQB. Semoga semua kita ikut bangga, bahwa masjid kebanggan rakyat Aceh telah memiliki satu lembaga keuangan syariah yang mapan. Percayalah BQB akan menjadi inspirasi bagi masjid lain di bumi ini. Amien.

2 komentar:

  1. Barakallah, semoga perjuangannya diberkati Allah swt

    BalasHapus
  2. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus

Memahami Ma’had Tahfidz

Oleh: Sayed Muhammad Husen Tim Verifikasi Banda Aceh dan Aceh Besar Baitul Mal Aceh (Tim Abes) melakukan verifikasi calon mustahik penerima...