Oleh Sayed Muhammad Husen
Siapa yang
serius mengurus waqaf selama ini? Melihat fakta yang ada, belum ada pihak yang
cukup serius mengurus waqaf di Aceh. Demikian opini terbentuk dalam Diskusi
Gema Baiturrahman, Sabtu lalu. Dampaknya, diperkirakan, masih akan terjadi kasus-kasus
gugatan ahli waris terhadap waqaf, waqaf hilang, terjadi tukar guling harta
waqaf, diselewengkan oleh nazhir, minimal waqaf dibiarkan terbengkalai. Tidak
produktif.
Harta waqaf yang diamanahkan pengelolaannya kepada nazhir, seharusnya dapat abadi, produktif dan manfaatnya dirasakan masyarakat. Selebihnya, nazhir harus pula melakukan sosialisasi, edukasi dan menggalang waqaf baru, sehingga waqaf semakin banyak dan berkembang. Dengan itu pula terbuka peluang tumbuhnya para waqif baru di negeri ini.
Kemudian, sebagai dukungan terhadap keberadaan nazhir dan jaminan lestarinya waqaf, selama ini yang telah berperan di lapangan adalah KUA. Mereka melayani kelengkapan administrasi waqaf yang diperlukan. Begitu pula, Kementrian Agama telah melakukan pendataan, sertifikasi dan membina para nazhir. Hanya saja, pengurusan waqaf tetap saja belum maksimal.
Secara nasional telah dibentuk Badan Waqaf Indonesia (BWI) sebagai regulator, melakukan pembinaan, pengawasan serta mengkoordinasikan pihak terkait dalam pengelolaan waqaf. Di sini pula terjadi benturan regulasi di Aceh, sebab kewenangan waqaf “dipundakkan” kepada Baitul Mal. Dalam hal ini, belum ada titik temu antara Kementrian Agama dan Pemerintah Aceh, apakah Perwakilan BWI dibentuk atau tidak di Aceh.
Jika demikian kondisinya, siapa yang paling bisa diharapkan serius mengurus waqaf? Jawabannya adalah: Nazhir. Tentu saja nazhir perlu diberdayakan dan ditingkatkan kapasitasnya, sehingga mampu mengelola waqaf secara profesional. Nazhir perorangan dan nazhir badan hukum/organisasi, harus mendapatkan pembekalan, sehingga memiliki pengetahuan waqaf, keterampilan manajerial dan jiwa kewirausahaan. Jiwa entrepreneurship para nazhir diperlukan supaya mereka mampu memproduktifkan harta waqaf yang dikelolanya.
Kita berharap, Baitul Mal Aceh dan Kanwil Kementrian Agama secepatnya merumuskan program pelestarian harta waqaf di Aceh. Langkah selanjutnya adalah melakukan pendataan, pemetaan potensi waqaf yang dapat diproduktifkan, melakukan sertifikasi dan memfasilitasi pengembangan waqaf strategis. Secepatnya pula melengkapi regulasi yang diperlukan, sehingga “debat” perlu tidaknya Perwakilan BWI di Aceh dapat diakhiri. Semoga kita benar-benar serius mengurus waqaf, bukan seolah-olah kita serius.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar